Jumat, 07 Mei 2010

MINUMAN KERAS

Oleh Ir. H. Muhammad Umar Alkatiri
Status hukum miras (minuman keras) sebagai barang haram dan merugikan, sudah banyak kita ketahui secara pasti. Begitu pula dengan posisi miras sebagai "ummul khaba'its" (induk segala keburukan) sudah banyak kita pahami. Allah menempatkan miras satu kelompok dengan berjudi, syirik, dan perbuatan keji lainnya, yang harus dijauhi (Al-Maidah:90). Bahkan, sebagaimana hadits riwayat Ahmad, dikatakan bahwa "Peminum khamar, jika ia mati, kedudukannya sama dengan orang yang menyembah berhala."

Yang belum banyak disinggung dalam kaitan dengan miras adalah posisi dan nasib kita di tengah-tengah tata niaga dan produksi minuman haram itu. Industri miras tentu saja melibatkan kita, anak-anak kita, saudara-saudara kita, yang beragama Islam.

Sebuah pabrik bir (miras) saja telah mempekerjakan ratusan karyawan yang sebagian besar beragama Islam. Begitu pula dengan jaringan penjualan dan distribusinya, telah melibatkan ratusan orang yang sebagian besar beragama Islam.

Dalam kegiatan ekspor-impor miras ini pun melibatkan banyak orang, dan sebagian besar beragama Islam. Mulai dari pihak swasta maupun pihak berwenang (pegawai pemerintah).

Ulama dan mubaligh seperti menghindar dari topik ini. Padahal kewajiban kita semualah untuk menyampaikan kepada masyarakat, anak-anak kita, saudara-saudara kita, tentang diharamkannya keterlibatan kita di dalam industri miras.

Selama ini masyarakat kita cuma memahami, bahwa miras memang haram, dan berdosa bila meminumnya. Sebagian besar dari kita sering kali tidak menyadari, bahwa menjadi bagian dari industri miras, meski tidak berstatus sebagai peminum, tetap merupakan perbuatan yang dilaknat Allah.

Hadits riwayat Ibnu Abbas, menerangkan bahwa Rasulullah bersabda: "Aku telah dikunjungi oleh malaikat Jibril dan ia mengatakan, 'Hai Muhammad, Allah telah melaknati khamar, yang membuat, yang memeras, peminum, pembawa, penjual, pembeli, dan yang menghidangkannya'…"

Berdasarkan hadits itu, berarti anak-anak kita, saudara-saudara kita yang bekerja di pabrik bir, meski hanya sebagai tenaga administrasi, dan tidak berhubungan langsung dengan produksi, tetap merupakan perbuatan yang dilaknat Allah, karena mereka berada dalam lingkaran tolong-menolong pada industri miras itu.

Demikian pula dengan anak-anak kita, saudara-saudara kita yang bekerja untuk sebuah hotel, restauran, dan supermarket, mereka pun berada pada posisi yang rawan. Tugas kita semualah untuk memberikan pengetahuan kepada mereka, sehingga mereka menyadari keberadaannya. Tugas kita semualah menuntut pemerintah agar menghapuskan eksistensi industri miras, mulai dari produksi, penyaluran, dan segala bentuk tata niaga lainnya. Bila tidak, maka kita semua akan mendapat laknat Allah.

Menuntut pemerintah agar negara Republik Indonesia ini dijadikan kawasan yang bebas miras, merupakan suatu tuntutan yang wajar. Karena sesungguhnya miras tidak saja bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi bertentangan juga dengan semua ajaran agama.

Bagi masyarakat awam yang tidak punya daya untuk menuntut pemerintah agar eksistensi industri miras dilenyapkan dari bumi Indonesia, masih ada cara lain yang bisa dilakukan, yaitu janganlah kita melakukan transaksi (berjual-beli) di tempat-tempat yang menjual miras seperti restoran, rumah makan, warung, dan supermarket. Sebisa mungkin hindarilah tempat-tempat itu, dan berusahalah mencari tempat lain sebagai alternatif terbaik. Sehingga kita terhindar dari laknat Allah.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Generasi Muda Dan Narkoba © 2008 . Design By: SkinCorner